Langsung ke konten utama

Cara Optimalisasi Mesin Pencari dan Kelola Jejak Digital

 Liputan6.com, Jakarta - Mesin pencari tak bisa dipungkiri sangat bermanfaat untuk mencari berbagai informasi di era digital saat ini. Apabila dimanfaatkan dengan baik, teknologi ini bisa berkontribusi terhadap peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang berujung pada membaiknya produktivitas.

Namun demikian, para pengguna internet harus tetap berhati-hati dan menyaring semua informasi yang ada di jagat maya.

Managing Director D&D Consulting serta Founder Assessme.id, Ni Made Sudaryani, mengatakan pemanfaatan mesin pencari harus dioptimalkan demi pengembangan keahlian digital.

"Misalnya, penggunaan kata kunci yang efektif, penyaringan informasi, serta pemakaian fitur cek fakta. Aplikasi mesin pencari di dunia maya antara lain Google, Yahoo!, Yandex, Bing, Ask, serta Baidu," kata Ni Made dalam acara webinar 'Sejahtera Lewat Dunia Digital' yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, di Tarakan, Kalimantan Utara, belum lama ini.

Beberapa kiat yang dapat digunakan warganet untuk optimalisasi mesin pencari, ia menyarankan untuk memanfaatkan fitur tabs agar hasil pencarian lebih spesifik, gunakan tanda petik, pemakaian tanda strip untuk pengecualian objek, serta gunakan tanda titik dua untuk pencarian dari satu situs.

Selain memaksimalkan mesin pencarian, berbicara tentang digital skill juga harus tahu cara aman dalam bertransaksi di lokapasar.

"Pertama, pastikan menggunakan lokapasar yang terpercaya, memiliki fitur yang mendukung untuk berdiskusi dengan penjual ataupun resolusi apabila barang yang dibeli tidak sesuai, serta pastikan dana yang sudah ditransaksikan masih tersimpan di akun loka pasar sebelum barang diterima dengan baik,” tutur Ni Made menambahkan.

Sementara itu, Andi Widya Syadzwina yang dikenal sebagai penulis sekaligus Sekretaris Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Sulawesi Selatan, mengatakan media sosial dapat menghubungkan warganet ke siapa saja dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda, oleh sebab itu etika tetap harus dijaga.

"Misalnya, dengan mendeteksi konten negatif, hentikan penyebarannya, serta hanya memproduksi konten yang bermanfaat. Beberapa contoh yang termasuk konten negatif di antaranya, ujaran kebencian, pelanggaran kesusilaan, berita bohong atau hoaks, serta hal-hal yang menyinggung suku, ras, dan agama," ujarnya.


(Sumber : https://www.liputan6.com/tekno/read/5015786/cara-optimalisasi-mesin-pencari-dan-kelola-jejak-digital)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan TV Tabung, Plasma, LCD, dan LED TV

TV melalui perkembangannya yang beragam, mulai mengutamakan sisi ukuran, kualitas gambar, dan mulai peduli terhadap kelestarian lingkungan. Dimulai dari maraknya TV Tabung, lalu berkembang menjadi Plasma TV, hingga kini yang banyak beredar di pasaran modern seperti LCD TV dan LED TV dengan ukurannya yang tipis. Bahkan, memiliki TV di rumah atau di kantor sudah merupakan suatu kebutuhan hiburan yang mendasar bagi Anda saat ini. Namun, tahukah Anda perbedaan dari tiap jenis TV tersebut? Tabel Perbandingan TV Tabung, Plasma TV, LCD TV, dan LED TV Fitur TV Tabung Plasma TV LCD TV LED TV Harga Paling rendah Rendah Tinggi Paling Tinggi Lebar Sudut Pandang Baik Baik Kurang Baik Paling Baik Ukuran Berat, tebal & besar Berat, tebal & besar Ringan & tipis Paling ringan & paling tipis Keawetan Tahan lama Tahan lama Sedang Sedang Daya Listrik Boros Boros Hemat Paling Hemat Refresh & Response Rate Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Kualitas Gambar & Warna Sedang Sedang B...

Mengapa Mie Instan dapat Mempersingkat Hidup Anda

  Mie instan Ternyata mie instan, makanan murah yang digemari banyak anak kost dan para pecinta mie di mana pun berada, dikaitkan dengan serangan jantung dan diabetes. Sebuah studi yang diterbitkan di Journal of Nutrition menemukan bahwa produk-produk mie instan dapat meningkatkan risiko sindrom kardiometabolik  - faktor risiko penyakit kardiovaskular dan stroke yang parah - khususnya bagi perempuan. “Penelitian ini penting karena banyak orang yang mengonsumsi mie instan tanpa mengetahui kemungkinan risikonya terhadap kesehatan,” ungkap pemimpin peneliti Hyun Joon Shin, MD, dalam siaran pers. Shin, salah seorang pakar kardiologi di Baylor University Medical Center sekaligus mahasiswa doktoral nutrisi epidemologi di Harvard School of Public Health, tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar lebih lanjut. Untuk penelitian tersebut, peneliti melihat data dari 10.711 orang dewasa berusia antara 19 hingga 64 tahun, yang dikumpulkan melalui perwakilan nasional Korean Nation...