Sabtu, 16 Februari 2013 - Melawan patogen merupakan pacuan persenjataan yang konstan dan lebih dinamis. Penyeimbangan seleksi memungkinkan manusia dan simpanse untuk mempertahankan beberapa baris pertahanan yang dapat dimanfaatkan saat sejenis patogen mengembangkan senjata baru.
Sebuah analisis luas genom yang bertujuan mencari bukti terjadinya penyeimbangan seleksi jangka panjang – di mana proses evolusi tidak bertindak untuk menyeleksi adaptasi yang terbaik, melainkan mempertahankan variasi genetik dalam suatu populasi - telah menemukan setidaknya enam area genom di mana manusia dan simpanse berbagi kombinasi varian genetik yang sama.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science edisi 14 Februari ini, menunjukkan bahwa di dalam wilayah-wilayah tersebut, variasi genetik manusia terlacak hingga ke satu nenek moyang dengan simpanse jutaan tahun yang lalu, sebelum terjadinya pemisahan spesies. Temuan ini juga menyoroti pentingnya kedinamisan evolusi yang berdampingan antara inang manusia dan berbagai pantogennya dalam mempertahankan variasi genetik.
Penyeimbangan seleksi memungkinkan evolusi menjaga semua pilihan hereditas tetap terbuka. Contoh klasik manusia adalah bertahannya dua versi gen hemoglobin, yaitu versi normal dan hemoglobin S., atau sebuah mutasi yang mendistorsi bentuk dan fungsi sel-sel darah merah. Mereka yang mewarisi dua gen hemoglobin normal beresiko tinggi terkena malaria, suatu penyakit parasit yang menginfeksi lebih dari 200 juta orang setiap tahun. Kemudian, mereka yang mewarisi satu gen normal dan satu gen hemoglobin S. sebagian terlidung dari malaria – menjadi keuntungan yang dapat menyelamatkan hidup. Sedangkan mereka yang membawa dua salinan gen akan menderita anemia sel sabit, suatu penyakit serius peredaran darah yang berlangsung seumur hidup.
“Di saat mencari petunjuk-petunjuk genetik yang mengarah pada penyeimbangan seleksi lain yang lebih tua, kami menemukan bukti kuat untuk setidaknya enam wilayah dan bukti lemah untuk 119 wilayah lainnya – lebih banyak dari yang kami perkirakan,” tutur penulis studi Molly Przeworski, PhD, profesor genetika manusia, ekologi dan evolusi di University of Chicago.
“Kami belum tahu apa fungsi wilayah-wilayah ini,” katanya. Tak satu pun dari enam wilayah ini yang terkode untuk protein. Ada beberapa petunjuk bahwa keenam wilayah ini terlibat dalam interaksi antara inang-patogen, “tapi patogen yang mana, proses kekebalan jenis apa, kami tidak tahu.”
Para peneliti menggunakan data genetik dari 10 ekor simpanse asal Afrika Barat dan 59 manusia asal sub-Sahara Afrika yang merupakan bagian dari 1,000 Genomes Project.
Para ilmuwan menelusuri kasus-kasus di mana variasi genetik yang muncul pada nenek moyang manusia dan simpanse telah dipertahankan melalui kedua garis evolusi. Fakta bahwa variasi dalam wilayah-wilayah genom ini telah bertahan sedemikian lama mengindikasikan wilayah-wilayah ini “secara fungsional pasti penting di sepanjang waktu evolusi,” tutur Ellen Leffler, seorang mahasiswa pascasarjana di laboratorium Przeworski dan penulis utama dalam studi ini.
Para peneliti dari University of Chicago dan Universitas Oxford merancang penelitian untuk menjadi sangat konservatif. “Kami ingin menemukan kasus yang kami yakini paling signifikan dari kebanyakan kasus,” kata Przeworski.
Beberapa komputer mengurutkan potongan-potongan data genetik dari manusia dan simpanse ke dalam beberapa rumpun berdasarkan pada seberapa mirip subjeknya satu sama lain. Untuk hampir setiap potongan, ditemukan satu rumpun manusia dan satu rumpun yang terpisah dari simpanse, seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya. Namun ada pula beberapa segmen genom di mana masing-masing rumpunnya meliputi simpanse maupun manusia; pada wilayah-wilayah tersebut, sebagian manusia justru lebih erat terkait dengan beberapa simpanse daripada manusia lainnya.
“Contoh di mana seleksi alam mempertahankan variasi genetik dalam suatu populasi selama jutaan tahun dianggap sangat langka,” tulis para penulis. Contoh polimorfisme seimbang yang dianggap terbaik dan tertua, yang dimiliki bersama oleh manusia dan simpanse, adalah major histocompatibility complex (MHC), yaitu sekelompok gen yang membantu sistem kekebalan tubuh untuk membedakan antara tubuh dan penyerang potensial seperti bakteri atau virus.
Tahun lalu, tim riset yang dipimpin Przeworski menemukan bahwa manusia dan siamang berbagi variasi genetik yang terkait dengan sistem golongan darah ABO dari satu nenek moyang yang sama.
Enam contoh baru seleksi seimbang yang dijabarkan dalam penelitian ini tampaknya memainkan peran yang serupa dengan MHC, yaitu menangkal penyakit menular. Kemampuan ini memerlukan berbagai alat evolusioner, termasuk penyeimbangan seleksi. Saat suatu populasi berpindah ke lingkungan baru – misalnya eksodus dari Afrika menuju Eropa Utara – mereka menghadapi banyaknya penyesuaian dalam sekali, seperti beradaptasi dengan sinar matahari yang kurang intens dan menurunnya radiasi ultraviolet. Dari generasi ke generasi, keturunan mereka secara teratur menurunkan tingkat produksi melanin – menjadi sebuah adaptasi statis terhadap lingkungan yang statis.
Melawan patogen merupakan pacuan persenjataan yang konstan dan lebih dinamis. Penyeimbangan seleksi memungkinkan manusia dan simpanse untuk mempertahankan beberapa baris pertahanan yang dapat dimanfaatkan saat sejenis patogen mengembangkan senjata baru.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kedinamisan evolusi yang berdampingan antara inang manusia dan patogennya telah berperan penting dalam membentuk variasi manusia,” ungkap Przeworski. “Hal ini menyoroti pentingnya suatu jenis tekanan seleksi yang berbeda dalam evolusi manusia.”
Komentar
Posting Komentar