Langsung ke konten utama

Penyebab Sinus dan Polip Akhirnya Terkuak

Jakarta, Penyakit sinus dan polip yang sudah kronis bisa membuat penderita menjadi sulit bernapas dan mengganggu aktivitasnya. Kini peneliti dari Amerika telah berhasil mengidentifikasi protein yang menyebabkan seseorang terkena polip dan sinus.
Protein yang berhasil diidentifikasi ini telah menyebabkan 15 sampai 30 persen orang terkena polip dan sinus kronis. Kondisi yang ditimbulkan ini merupakan salah satu kasus sinusitis yang paling serius karena menyebabkan iritasi yang terus menerus serta terjadinya pembengkakan di saluran pernapasan.
Polip biasanya terbentuk akibat pertumbuhan jaringan sinus yang tidak sehat di dalam hidung, sehingga bisa menghambat bagian-bagian tertentu dan membuat seseorang sulit bernapas melalui hidung. Sedangkan sinus terjadi akibat adanya infeksi atau peradangan pada salah satu saluran sinus di hidung. Penyakit ini sering menyebabkan rasa sakit, bengkak dan infeksi.
"Tipe penyakit ini biasanya tidak halus, sehingga seseorang bisa dengan mudah mengenalinya. Umumnya penderita bernapas dengan mulut, berbicara dengan suara sengau, sering kali terkena flu dan terkadang wajahnya membengkak," ujar Dr Jean Kim, seorang asisten profesor di departemen THT dan alergi di Johns Hopkins University School of Medicine, seperti dikutip dari Health, Selasa (24/11/2009).
Kim dan rekannya menganalisis jaringan-jaringan sinus dari pasien yang memiliki penyakit sinus dan polip. Hasil dari analisis ini didapatkan bahwa terdapat sebuah protein yang dikenal dengan nama vascular endothelial growth factor (VEGF).
Protein VEGF ini diketahui bisa merangsang pertumbuhan pembuluh darah sehingga menyebabkan sel tumbuh secara berlebihan (overgrowth) yang nantinya bisa memicu timbulnya polip atau sinus di saluran hidung tersebut.
Pembedahan atau operasi sampai saat ini masih menjadi pengobatan yang umum dilakukan, tapi terkadang polip bisa tumbuh kembali meskipun operasi sudah dilakukan. Sementara itu pengobatan steroid oral hanya membantu mengatasi masalah dalam waktu sementara saja dan diketahui memiliki beberapa efek samping.
"Dengan ditemukannya protein ini, diharapkan pada masa mendatang ditemukan cara pengobatan dengan menggunakan semprot hidung yang mengandung anti-VEGF di dalamnya dan mengurangi efek samping yang ada," ungkap Kim.(ver/ir)

sumber: health.detik.com

http://www.artikel-menarik.com/2013/01/penyebab-sinus-dan-polip-akhirnya.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan TV Tabung, Plasma, LCD, dan LED TV

TV melalui perkembangannya yang beragam, mulai mengutamakan sisi ukuran, kualitas gambar, dan mulai peduli terhadap kelestarian lingkungan. Dimulai dari maraknya TV Tabung, lalu berkembang menjadi Plasma TV, hingga kini yang banyak beredar di pasaran modern seperti LCD TV dan LED TV dengan ukurannya yang tipis. Bahkan, memiliki TV di rumah atau di kantor sudah merupakan suatu kebutuhan hiburan yang mendasar bagi Anda saat ini. Namun, tahukah Anda perbedaan dari tiap jenis TV tersebut? Tabel Perbandingan TV Tabung, Plasma TV, LCD TV, dan LED TV Fitur TV Tabung Plasma TV LCD TV LED TV Harga Paling rendah Rendah Tinggi Paling Tinggi Lebar Sudut Pandang Baik Baik Kurang Baik Paling Baik Ukuran Berat, tebal & besar Berat, tebal & besar Ringan & tipis Paling ringan & paling tipis Keawetan Tahan lama Tahan lama Sedang Sedang Daya Listrik Boros Boros Hemat Paling Hemat Refresh & Response Rate Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Kualitas Gambar & Warna Sedang Sedang B...

Mengapa Mie Instan dapat Mempersingkat Hidup Anda

  Mie instan Ternyata mie instan, makanan murah yang digemari banyak anak kost dan para pecinta mie di mana pun berada, dikaitkan dengan serangan jantung dan diabetes. Sebuah studi yang diterbitkan di Journal of Nutrition menemukan bahwa produk-produk mie instan dapat meningkatkan risiko sindrom kardiometabolik  - faktor risiko penyakit kardiovaskular dan stroke yang parah - khususnya bagi perempuan. “Penelitian ini penting karena banyak orang yang mengonsumsi mie instan tanpa mengetahui kemungkinan risikonya terhadap kesehatan,” ungkap pemimpin peneliti Hyun Joon Shin, MD, dalam siaran pers. Shin, salah seorang pakar kardiologi di Baylor University Medical Center sekaligus mahasiswa doktoral nutrisi epidemologi di Harvard School of Public Health, tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar lebih lanjut. Untuk penelitian tersebut, peneliti melihat data dari 10.711 orang dewasa berusia antara 19 hingga 64 tahun, yang dikumpulkan melalui perwakilan nasional Korean Nation...

Cara Optimalisasi Mesin Pencari dan Kelola Jejak Digital

  Liputan6.com, Jakarta -   Mesin pencari   tak bisa dipungkiri sangat bermanfaat untuk mencari berbagai informasi di era digital saat ini. Apabila dimanfaatkan dengan baik, teknologi ini bisa berkontribusi terhadap peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang berujung pada membaiknya produktivitas. Namun demikian, para pengguna internet harus tetap berhati-hati dan menyaring semua informasi yang ada di jagat maya. Managing Director D&D Consulting serta Founder Assessme.id, Ni Made Sudaryani, mengatakan pemanfaatan mesin pencari harus dioptimalkan demi pengembangan keahlian digital. "Misalnya, penggunaan kata kunci yang efektif, penyaringan informasi, serta pemakaian fitur cek fakta. Aplikasi mesin pencari di dunia maya antara lain Google, Yahoo!, Yandex, Bing, Ask, serta Baidu," kata Ni Made dalam acara webinar 'Sejahtera Lewat Dunia Digital' yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD...